Selasa, 10 Oktober 2017
"Tidak Mau Masuk Surga Duluan"
Hari ini, beberapa teman ngajar ditugaskan untuk mendampingi anak-anak lomba gerak jalan dalam rangka Independence Day di kabupaten kami. Akhirnya beberapa kelompok belajar Al-Qur'an digabungkan dengan kelompok lainnya. Termasuk kelompok saya, biasanya satu kelompok maksimal cuma 15 anak, karena digabung jadilah lebih dari 15 anak dalam kelompok kami.
Saat pembelajaran sedang berlangsung, seorang anak menyampaikan, diantara mereka ada 2 anak yang tiba-tiba diem-dieman. Saya melirik ke arah 2 siswa yang dimaksud. Mereka duduk berdampingan tapi mukanya ditekuk dengan ekspresi cemberut. Saya tersenyum ke arah mereka, malah semakin ditekuk mukanya. Ya sudah, karena harus menyimak bacaan anak-anak yang lain saya membiarkan mereka begitu. Sambil sesekali melirik.
Kini posisi duduk mereka berubah. Dari berdampingan sekarang duduk saling memunggungi, sambil dengan muka tetap ditekuk. Melihat ekspresi mereka, tawa saya nyaris meledak. Seandainya tidak mengingat mereka nanti bisa tersinggung dan merasa ditertawakan, mungkin saya sudah benar-benar tertawa.
Pembelajaran berakhir, anak-anak kembali ke kelas masing-masing. Tapi mereka berdua saya tahan.
Me: mas, berdua ke sini sebentar. Yang lain kembali ke kelas. (mereka diam, tanpa ekspresi)
Me: ayolah mendekat ke ustadzah, sebentar lagi ustadzah ada jam di kelas lain. Jadi kalian harus segera kesini. (R bergerak mendekat, lalu A menyusul)
Me: ada apa sebenarnya?
R: Saya tadi di 'teblek' sama dia, (nunjuk teman disampingnya)
A: lha dia ngatain saya to us..
Me: Ngatain gimana?
A: Dosa we.... Dosa we, gitu terus to us..
R: nggak gitu us, dia kan gak mau nulis. Terus aku bilang, kamu gak taat sama ustadzah, disuruh nulis koq malah mainan. dosa lho we... Dosa we...
A: lha kamu bentak-bentak koq, ya aku marah. Tak teblek to....
Me: oalah, gitu to. Sakit to mas diteblek?
R: ya nggak sih us, tapi saya mangkel. Diingatkan koq malah neblek.
Me: oh hatinya yang sakit...
A: saya juga sakit hati us, dibentak-bentak.
Me: (tarik nafas) maksud mas R sih baik, mengingatkan. Tapi mungkin karena nadanya membentak, mas A yang tidak suka dibentak akhirnya reflek neblek kamu. Berarti keduanya kalian sama-sama benar tapi sama-sama salah juga.
Mereka memandang saya serius.
Me: kenapa sih, hanya karena hal kecil begitu jd saling tidak bicara. Pada akhirnya kalian berdua malah diem-dieman, nggak setor bacaan, nggak nulis juga. Rugi berdua kan?
Kali ini mereka senyum-senyum
Me: Jadi gimana nih, siapa yang mau minta maaf duluan dan siapa yang mau memaafkan duluan?
Mereka menunduk sambil memainkan jarinya. Tidak ada yang berinisiatif.
Me: ya sudah ustadzah doakan siapa yg mau minta maaf duluan semoga masuk surganya juga duluan, aamiin. (memancing)
Mereka tetap diam tak bergerak.
Me: lho gak ada yang mau ke surga duluan? (terheran-heran)
R: aku gak mau masuk surga duluan us, nanti gak ada temannya.
A: aku juga gak mau, nanti susah nyari dia. Dia kan suka gak konsen jalannya. Kalau dia jalannya lemot, kapan sampai surganya. Nanti saya kelamaan nunggu dia di sana.
Me: (kali ini saya benar2 tertawa, benar2 tidak bisa menahan diri) kalian itu lucu. sebenarnya saling menyayangi. Ya sudah ustadzah hitung sampai tiga saling mengulurkan tangan yaa, ustadzah doakan kalian bisa sama2 masuk surga. Aamiin. Satu.... Duaa... tigaa
Lalu mereka saling berjabat, saling memeluk dan tertawa berdua. Kamudian minta izin kembali ke kelas.
Dunia anak-anak memang seperti itu. Sebentar bertengkar, sebentar baikan. Beda dengan orang dewasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar