“hmmm, ahaaaaa dapat juga!”,
pekikku kegirangan sambil menekan tombol booking pada sebuah situs
penerbangan komersial. Tiket yang seminggu ini kunantikan akhirnya dapat
juga, selalu begitu menjelang bulan ramadhan. Tak terkecuali Ramadhan
tahun ini yang bertepatan dengan bulan Nopember.
“Ada apa, Dee?”, tanya Pak Ivo, atasanku di kantor ini yang duduk di seberang meja.
“Pak bos, saya sudah dapat tiket mudik, tolong permohonan cuti saya yang kemarin ditanda tangani ya?”, pintaku.
“Beneran sudah dapat, mana saya check”. Jawab beliau sambil menuju mejaku.
“oh iya, ok kamu ambil cuti satu minggu saja ya, jangan lama-lama”. Lanjut beliau dan kujawab dengan anggukan kepala.
Idul fitri di tahun ini akhirnya aku nikmati dengan penuh keceriaan bersama keluarga, bersilaturahim ke keluarga besar abah dan bunda.Waktu cuti yang cuma satu minggu serasa mimpi. Cepat berlalu, tahu-tahu sudah waktunya packing untuk kemmbali ke Batam. Tiket penerbangan pun sudah ditangan.
Namun menjelang berakhirnya masa cuti tiba-tiba kakakku berkata:
Namun menjelang berakhirnya masa cuti tiba-tiba kakakku berkata:
“Dek,
kata abah sebaiknya kamu tidak usah kembali ke Batam. Di sini saja,
tidak usah kerja dulu dan beristirahat saja di rumah. Menemani abah dan
ibu”. Aku tercenung, memandang kakakku yang berbicara dengan nada serius.
Dia tidak pernah seserius itu
Dia tidak pernah seserius itu
******
Idul Fitri hari ke-empat. setelah pergulatan bathin yang hebat, dan istikharah sebagai penguat.
“Iya
pak, maaf Abah saya sedang sakit dan tidak mengizinkan saya kembali ke
Batam. Jadi, saya sudah mengajukan permohonan resign via e-mail”. Aku berbicara dengan Pak Ivo via telepon.
“Ya sudahlah, apa mau dikata, nanti saya yang berbicara dengan pihak HRD. Mungkin itu memang yang terbaik untuk keluargamu”. Jawab Pak Ivo sebelum menutup telepon.
“Alhamdulillah”, aku bersyukur memiliki atasan yang sangat pengertian.
Akhirnya permohonan resign disetujui,
aku kembali beraktifitas bersama abah dan ibu di rumah. Jogging bersama
setiap pagi, masak untuk beliau berdua dan adik-adikku. Kadang jadi
ojek, tukang cuci, jadi tukang pijit, tukang ngetik, tukang
ngeprint, serasa jadi sekretaris pribadi beliau berdua. Yang paling seru
adalah saat makan se-nampan berlima dengan adik-adikku dan sesekali
rebutan channel tv karena acara yang kami sukai berbeda.
Suatu
hari di penghujung April 2010, kami berlima sedang menonton sebuah
acara TV usai maghrib. Tiba-tiba abah lari ke kamar dan menggigil, aku
menyusul beliau. Mencoba mengajak berbicara, bertanya apa yang
dikeluhkan. Beliau membuka mulut, tapi tidak ada suara keluar. Aku panik
dan memanggil adikku untuk menyiapkan mobil dan segera ke Rumah sakit.
Sesuai dugaanku, beliau terkena serangan stroke.
11 hari
menemani beliau di rumah sakit, tak pernah meninggalkan kecuali mandi,
sholatpun di samping beliau setelah sebelumnya mentayamumi beliau.
Hingga di tanggal 9 Mei waktu isya', beliau meminta untuk ditayamumi,
dengan isyarat. setelah itu sholat isya juga beliau kerjakan dengan
isyarat. Lepas Isya’ beliau dinyatakan koma, tensi darah naik turun
tidak karuan.
10 Mei 2010, jam 00.30 dini hari aku
mentayamumi beliau. Teman baikku, ukhty Ayu membacakan yasin. Jam 01.30 kami panggil perawat
karena nafas bliau jadi jarang-jarang.
Menunggu perawat
datang, sambil menahan airmata agar tak jatuh, aku kembali mentayamumi
beliau. Aku dan adik membisikkan istighfar dan kalimat tauhid di telinga
kanan-kiri beliau, sesekali meminta maaf dan membisikkan cerita indah
tentang surga. Lalu perawat datang 5 menit kemudian, terus memantau alat
pendeteksi detak jantung dan tensi bliau. Kami terus berbisik ditelinga
kanan dan kiri tanpa henti. Hingga 01.45 beliau berteriak 'Allah', lalu tersenyum, senyum yang sangat manis dan menggambarkan ikhlas. Lalu nafasnya menghilang.
“Innalillahi wainna ilaihi rooji'uun’’, pekikku sambil terus membisikkan dzikir hingga tubuhnya benar-benar terasa dingin. Dalam kesadaran aku linglung, mencoba mengeja yang baru saja terjadi. terlintas semua kenangan indah bersama beliau, saat 2 kakiku bengkak kejatuhan meja di usia 6 tahun. beliaua menggendongku kemanapun aku mau. bahkan ketika aku termangu memandang teman-temanku yg berlarian mengejar capung. beliaupun mendukungku di punggungnya sambil ikut berlarian.
sejenak kembali tersadar, episode terakhirku bersama abah dalam kebersamaan fisik di bumi telah usai, beliau pergi dalam pelukanku. Semoga
beliau bahagia di sana, mendapat tempat terindah di sisi Allah. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar