Sebuah catatan, 6 Agustus 2011
Sore yang sedikit redup, di sudut ruangan lantai 1 Masjid di daerah Plesungan Bojonegoro. Menanti gerimis redam usai tunaikan cinta di waktu ashar, enggan melangkahkan kaki ke parkiran meski sebenarnya ada seorang ibu yang menawarkan payungnya untuk dipinjam. “terimakasih ibu, maaf saya masih ingin disini”, dan ibu yang baik itupun berlalu menuju lantai 2.
Kembali tercenung dalam kesendirian, memperhatikan beragam kendaraan yang berlalu-lalang melintas di jalan raya depan masjid. Sejenak benakku melayang pada titik-titik perjalanan yang ku tempuh hampir setiap hari, dari rumah menuju kota yang berjarak kurang lebih 30 km ini. Sebuah jarak yang mengharuskanku bertemu dan berpapasan dengan berbagai kendaraan, mulai dari yang ber-roda dua, tiga, empat dan yang lebih dari itu. Ada yang milik pribadi, angkutan umum dan angkutan barang dengan berbagai ukuran. Semuanya-pun melaju dengan kecepatan yang beragam, dari yang santai dan pelan-pelan sampai yang terburu-buru seolah lupa kalu jalanan-pun punya aturan.
Lalu fikiran terfokus pada sebuah kendaraan umum yang melintas pelan, dan tiba-tiba berhenti di depan masjid menurunkan dua orang penumpang, kemudian melaju lagi. Sejurus kemudian sebuah bus melaju kencang sambil membunyikan bel yang suaranya meraung-raung, beberapa sepeda motor yang melintas di depannya terkejut dan menepi ke bahu jalan.
Jantungku ikut berpacu menyaksikan pemandangan tersebut, bagaimana tidak?. Tiba-tiba terbayang dalam pikiran seandainya jalan di depan masjid ini memiliki bahu jalan yang sempit, atau bahkan tidak ada bahu jalannya, apa yang akan terjadi. “iiih…. Ngeri…!” pekikku dalam hati sambil menepis jauh bayangan buruk itu.
Hmm… mobil penumpang dan bus, dua kendaraan umum yang sama-sama memiliki satu tujuan yaitu mengantar penumpang menuju tujuan atau paling tidak ke TERMINAL. Dari satu terminal melaju ke terminal yang lain.
kemudian fokusku mengajak berfikir tentang hal lain; tentang hidup kawan.....
Dan begitulah hidup; ibarat perjalanan panjang yang menuju suatu tujuan. Adakah yang tak memiliki tujuan hidup??? Aiiih… betapa ngerinya jika ada. Atau pernahkah anda naik angkutan umum tapi tidak tau mau kemana?... aneh… kalaupun ada mungkin yang bersangkutan sedang bingung; resah atau bahkan marah. Terkadang naik angkutanpun kita harus menentukan sikap; berani mengingatkan pak sopir biar gak sembarangan bawa mobil. Karena setiap kita ingin berhenti di terminal (tujuan) dengan selamat.
Kawan; begitu banyak ‘terminal’ yang menghampar di sepanjang perjalanan kita; banyak yang baik tapi tak sedikit juga yang tidak baik.
Hmmmhh…. Jadi di terminal manakah engkau ingin berhenti???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar