Minggu, 20 April 2014

Harmoni itu.... sederhana



Catatan Harian: Suatu siang di 16 April 2014

Keluarga unik itu, tetanggaku. Sang suami Muhammadiyyah, istrinya NU. Suami aktif dengan kegiatan kemuhammadiyahannya, begitupun istri, rutin bermajelis dengan jamaah tahlilnya. Bahkan ketika harus mengikuti pengajian yang jauh, dengan setia sang suami mengantarkan dan mendampingi.

Setiap lebaran, sering tidak bareng sholat idul fitrinya. Tapi tak pernah sedikitpun kudengar keributan yang mempersoalkan itu. Anak-anaknya pun begitu, dibebaskan untuk memilih lebaran bareng ayah atau ibu. Siapa yg berlebaran duluan, tetap dihidangkan hidangan2 lezat sebagaimana umumnya berlebaran.

Begitupun saat ada pilkades, pilbup, pileg, pilgub, atau pilpres. Acapkali pilihan keduanya tak sama. Yang satu tak berusaha memepengatuhi yang lain soal keyakinan berjamaah. Tapi soal pendidikan anak, keduanya kompak. Anak-anak harus mendapatkan basic pendidikan islam yang kuat. Mereka dibebaskan memilih sekolah yang disukai, asal di lembaga milik orang-orang islam.

Aku pernah iseng bertanya, karena rasa ingin tau yang kuat. "mbak, bagaimana caranya?, harmonis dalam perbedaan?".

"22 tahun yang lalu, sebelum menikah, kami membuat perjanjian pra-nikah. Karena kami beda, dia Muhammadiyah, saya NU. Saat dia melamar saya, saya bilang kalau saya ini berfaham NU. Saya hanya bisa menerima lamaranmu, kalau kamu menjamin tidak akan mempengaruhi saya mengikuti fahammu." jawab beliau sambil tersenyum

"trus?", aku makin penasaran.

"terus kami diskusi, Muhammadiyàh atau NU sama-sama islam. Sama2 berkiblat di ka'bah, sama2 berpegang Al qur'an. Jadi biarlah organisasinya beda, beliau tetap bisa jd imam saya. Dan saya akan beeusaha jd makmum yang baik. Akhirnya kami sepakat dan menikah. Dan alhamdulillah sampai saat ini masih sama2 komitmen dengan janji kami".

Subhanallah... "hmmm, maaf. Mbak dulu sempat pacaran, ndak?", selidiku penasaran. Beliau tertawa renyah. "sebenaranya akami saling tertarik, tapi tidak ada pacaran. Saat saya lulus dari pondok, beliau ke rumah menemui orang tua saya. Terus, diskusi, lamaran, nikah. Pacarannya sekarang mbak, saat anak2 wis besar2 dan mondok. Tinggal berdua di rumah, kemana2 berdua. Jadilah pacarannya sekarang".

Heheheh kenapa aku nanya sejauh itu?. Hmmh setidaknya aku jadi tahu, bahwa harmoni dan toleransi bs diiraih dengan kesederhanaan bersikap, kedewasaan dan saling memahami.

*maaf mbak, kutulis kisahmu. Karena terlalu indah untuk disimpan sendiri.

Dear Dee, banyak perbedaan yang bisa diselaraskan. Namun tak sedikit juga, perbedaan yg bisa diselesaikan cukup dengan saling memahami dan memberi ruang pada perbedaan itu untuk menjadi warna dan nuasa baru dalam kebersamaan. (Today's lesson)

Tidak ada komentar: