Senin, 22 Agustus 2016

Godaan Taaruf #3

"Hayooo, apa yang kamu lihat. Eh, sepertinya salah pertanyaan, siapa yang kamu lihat?"

Suara Musa mengagetkan Samsul. Samsul memalingkan wajahnya ke arah lain, salah tingkah. Dia tertangkap basah sedang memperhatikan sekelompok akhwat yang sedang mengobrol serius di serambi masjid. Samsul tersipu, wajahnya memerah.

"Sssttt, siapa? Dita, Tanti, Sinta, Alia, Yesha atau Nurma?", sambung Musa kepo abiss.

"Apaan sih? Nggak ada, ayo kita ke taman saja". Jawab Samsul sambil menggamit lengan Musa untuk mengikutinya, Musa mengekor di belakang Samsul. Menuju taman kecil di halaman masjid kampus.

"Sumpeh lo, mukamu merah, bro, pasti ada sesuatu", Musa semakin Kepo.

Samsul membisu, langkahnya kian bergegas.

"Samsul, jawab dulu!", desak Musa sambil mensejajari langkah Samsul.

"Dita cantik, tapi dia agak tomboy. Terlalu cuek sebagai seorang akhwat. Tanti sederhana jarang ngomong, tapi idenya selalu  briliant. Sinta suara tilawahnya merdu, upsss waktu itu gak sengaja sih dengerin dia tilawah pas ada acara kajian muslimah. Alia misterius, entah dari planet mana dia berasal. Galak. Yesha keibuan, senyumnya manis. Ups, jangan salah faham bro. Tapi memang manis koq. Nurma, hayooo jangan-jangan Nurma. Dia yang paling menarik kayaknya, cerdas, bijak, dewasa, tenang", celoteh Musa.

Samsul menghentikan langkahnya. "Eh, koq ente apal karakter mereka?, jangan-jangan kamu yang ada sesuatu?" Tanya samsul.

"Upss.... nah koq gue yang kena?" Akhirnya Musa diam hingga mereka sampai di taman, Samsul duduk di salah satu sudut taman, membuka tas ransel dan mengambil mushaf. Musa garuk-garuk kepala melihat tingkah shohibnya. Dikira diajak ke taman buat ngobrolin sesuatu, nah malah ditinggal tilawah. Akhirnya Musa pun mengambil ponsel dan membuka aplikasi Qur'an. Mereka berdua tenggelam dalam tilawah hingga seruan ashar berkumandang.

******

Malam berhias rinai, Samsul merebahkan diri di kamar kostnya. Sesaat dia terhenyak, teringat sesuatu yang harus dia baca. Samsul meraih tas ransel yang tergeletak di lantai, mengeluarkan sebuah amplop putih, di ujungnya tertulis:  'Untuk Akh Samsul'. Dilihatnya amplop itu, dibolak-balik saja. Tangannya gemetar, ragu untuk membukanya. Dia melirik jam, astaga sudah jam 21.45. Artinya 15 menit lagi dia harus menjawab sebuah tantangan. Sebenarnya amplop sudah dibuka 3 hari yang lalu, bahkan diapun  sudah beristikharah, tapi sebelum memberi jawaban dia ingin melihatnya sekali lagi.

Tiga hari sebelumnya, ustadz Zamani memberinya amplop itu. 'Ane tunggu jawaban ente 3 hari lagi, jam 10 malam'

"Apa ini, ustadz?", tanya Samsul waktu itu.

"Tawaran masa depan", jawab ustadz Zamani singkat.

Samsul terdiam, mencoba menerka maksud ustadznya.

"Sul, ente sudah terlalu lama kuliah. Bukan... bukan ane meragukan kemampuan ente menyelesaikan skripsi. Tapi ini sudah semester ke-15. Ente terlalu sibuk di organisasi, mungkin butuh teman untuk menyelesaikan skripsi", lanjut ustadz Zamani.

"Akhwat ini, wisuda 3 bulan lagi. Kalau kalian berjodoh, bisa jadi ente akan menjadi pendamping wisudanya", goda beliau.

Ah, waktu terus berjalan. Ponselnya berdering. Ustadz Zamani.

"Assalamu'alaikum, ustadz. InsyaAllah saya siap menjadi Qawwamnya. Saya ingin langsung bertemu walinya, sebelum bertemu dengannya", jawabnya mantab. Dalam hati dia terngiang pendapat temannya "galak dan miaterius". Tapi dia yakin ustadznya telah memilihkan gadis terbaik, dengan alasan terbaik.

******

Jauh di tempat lain, seorang akhwat gelisah di rumahnya. Berkumpul kedua orang tua dan kakak semata wayangnya. Ya, dialah akhwat yang mengajukan diri untuk menjadi pendamping hidup Samsul. Ya, dia memang mengagumi Samsul sejak lama. Dan meniru kejujuran Bunda Khadijah Al khuwailid atas Sang Nabi ditambah restu Abi dan uminya.


******

Waktu berlalu. Mereka berbahagia, tanpa sedikitpun sang suami tahu bahwa istrinyalah yang melamarnya lebih dulu.



Diana Dee yang Fakir 22082016

mengisahkan ulang sebuah kisah sari teman, dengan gubahan latar dan tokohnya.

Tidak ada komentar: